Prinsip dasar yang terkandung dalam pasal 1131 KUHPer yaitu:
1. Utang selalu dapat ditagihPada dasarnya sudah terjadi kesepakatan antara kreditur dan debitur (pasal 1320 KUHPer mengenai syarat sah perjanjian) yang ditekankan oleh pasal 1338 KUHPer bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Penagihan bisa dilakukan dengan: a. kontraktual; durasi waktu dan term nya sudah ditentukan b. unkontraktual; tidak ditentukan jangka waktu utang sehingga cara penagihannya memberikan peringatan untuk pembayaran dengan jangka waktu yang patut (tepat dan pantas) pada umumnya 14 hari. 2. Utang tidak pernah dapat hapusKecuali telah melaksanakan hal-hal yang terkandung dalam pasal 1381 mengenai hapusnya perikatan yang didalamnya juga mengatur tentang hapusnya utang oleh karena adanya;
Dalam hal utang perorangan, bahkan setelah debitur meninggal dunia pun utang tersebut harus ditanggung oleh ahli warisnya (pasal 1100 KUHPer). Sedangkan dalam hal utang badan hukum, perlu melihat bahwa atas kesalahan siapa yang mengakibatkan perusahaan tersebut merugi/ atas tindakan lalai. Namun secara hukum pada dasarnya direksi memiliki financiary duty, pasal 97 ayat 3 dan 4 UUPT (UU No. 40 Tahun 2007) menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya baik secara individu maupun tanggung renteng kecuali dapat membuktikan hal-hal di ayat 5 pasal yang sama. 3. Kebendaan apapun menjadi jaminan utang Prinsip Paritas Creditorium, yakni:
Pasal 1132 KUHPerdata mengatur bahwa pada dasarnya pembagian kekayaan debitur harus dilakukan secara pari passu pro rata parte, kecuali ada hak yang didahulukan. Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte adalah bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka kecuali ada hak untuk didahulukan. Prinsip tersebut dapat digunakan antara kreditur konkuren oleh karena kreditur memiliki tingkatan yang sama maka pendapatan penjualan tersebut dapat dibagikan secara proporsional diantara mereka sesuai dengan besar kecilnya piutang masing-masing (Pasal 1131 KUHPer jo. 1132 KUHPer). Sementara kreditur preferen adalah kreditur yang karena undang-undang diberi tingkatan yang lebih tinggi daripada kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutang yang diatur dalam pasal 1139 KUHPer dan pasal 1149 KUHPer. Prinsip pari passu pro rata parte tidak dapat digunakan antara sesama kreditur preferen yang telah diatur tingkatannya. Pasal 1134 KUHPer menyebutkan bahwa Gadai dan Hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap hak istimewa/ prIviledge (sekarang termasuk hak tanggungan dan fidusia). Jadi, hak yang didahulukan yang berasal dari perjanjian kedudukannya lebih unggul daripada yang diberikan oleh undang-undang. Namun prinsip tersebut bisa digunakan antara sesama kreditur preferen yang sama tingkatannya, yakni berlaku antara mereka ketentuan kreditur konkuren (pasal 1136 KUHPer). Pasal 1834 KUHPer mengatur bahwa penanggung yang mempergunakan hak istimewa nya agar kekayaan debitur terlebih dahulu disita dan dijual untuk pelunasan utang nya diwajibkan menunjukkan benda-benda debitur yang akan disita dan dijual, kecuali benda-benda yang; 1. sedang sengketa di pengadilanbenda yang sedang sengketa di pengadilan belum memiliki status hukum yang jelas/ belum mendapat keputusan tetap dari pengadilan sehingga tidak bisa dijual/ tidak likuid untuk dijaminkan 2. sudah dibebankan hak jaminan kebendaanjaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat di peralihkan. Jaminan kebendaan tersebut dibagi menjadi 2 yaitu Benda Bergerak, lembaga jaminannya adalah: Gadai, Fidusia dan Benda Tidak Bergerak lembaga jaminannya: hipotik dan hak tanggungan jadi apabila suatu benda tersebut sudah dijadikan suatu jaminan terhadap suatu perikatan maka tidak lagi bisa dijaminkan untuk perikatan lainnya/ benda tsb telah dimiliki oleh kreditur lain yang didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditur lainnya. 3. diluar penguasaan debiturJaminan adalah suatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Apabila benda yang dijaminkan itu diluar penguasaan debitur atau secara fisik tidak dipegang oleh debitur (misalnya sudah digadaikan) maka tidak ada kepastian yang jelas akan pelunasan utang kepada kreditur 4. benda berada di luar negeriTerkait dengan daya eksekusi nya (asas territorial) oleh karena benda tersebut berada di luar negeri maka hukumnya menjadi tidak berlaku diluar wilayah Indonesia/ tunduk pada hukum setempat. Penanggungan yang terdiri dari beberapa orang bertindak sebagai penanggung, masing-masing terikat untuk seluruh utang yang ditanggung. Namun penanggung dapat melepaskan dirinya dari penanggungan yang bersifat renteng tersebut apabila;Penanggung dalam keadaan tidak mampu (pasal 1837 dan 1838 KUHPer) walaupun sudah ada pemecahan utangnya atau penanggung dinyatakan pailit atau digugat di depan pengadilan Penanggung juga memiliki hak untuk diberhentikan dari penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan kesalahan kreditur (pasal 1848 KUHPer) Subrogasi dalam penanggungan terjadi apabila si penanggung yang telah membayar, menggantikan demi hukum segala hak si berpiutang terhadap di berutang (pasal 1840 KUHPer). Subrogasi juga diterangkan dalam pasal 1400 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang kedapa seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu, baik dengan persetujuan (pasal 1401 KUHPer) maupun demi undang – undang (pasal 1402 KUHPer). Akibat hukum yang timbul terkait dengan utang piutang, tanggung jawab debitur, kreditur dan penanggung. Akibat hukumnya adalah bahwa perjanjian utang piutang tsb masih berjalan namun penanggung yang telah membayar tersebut (posisinya sekarang berganti menjadi kreditur) dapat menuntutnya kembali dari si berutang baik mengenai uang pokoknya maupun bunga serta biaya-biaya (pasal 1839 KUHPer). Dalam pasal 1841 KUHPer menjelaskan bahwa debitur lebih dari 1 orang dan penanggung hanya 1 orang, penanggung diberikan opsi untuk menentukan cara pembayaran baik dengan menuntut masing-masing debitur maupun memilih sala satu yang dianggap mampu bayar. Para debitur ini bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap utangnya ke penanggung. Dalam pasal 1842 KUHPer menjelaskan bahwa penanggung berhak untuk meminta pengembalian pembayaran kepada kreditur yang mempunyai itikad baik dalam hal;
Penanggung juga dapat menuntut si berutang untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya (pasal 1843 KUHPer) Pasal 1844 KUHPer
0 Comments
Your comment will be posted after it is approved.
Leave a Reply. |
AuthorA struggling working mom and student ^^ Categories
All
|