1.
Cara terjadinya gadai pada piutang atas bawa (aan toonder)
Perlu untuk diketahui bahwa piutang atas bawa selalu ada surat buktinya, surat bukti ini mewakili piutang. Cara meletakkan hak gadai pada piutang atas bawa yaitu dengan menahan surat bukti yang dijaminkan kepada kreditur atas jumlah uang tertentu, yang berakhir dengan adanya pelunasan atas prestasi dari debitur. Cara terjadinya gadai pada piutang atas tunjuk (aan oerder)
Cara terjadinya gadai pada piutang atas nama
Cara penyerahan piutang atas nama (vordering op naam), dengan jalan memberitahukan mengenai perjanjian gadainya kepada debitur, yaitu terhadap siapa hak gadai itu akan dilaksanakan. Setelah pemberitahuan debitur hanya dapat membayar hutangnya pada pemegang gadai atau berpiutang (yang menerima gadai). Pemberitahuan ini dapat dilakukan secara bebas, dapat dengan lisan maupun tertulis. Dalam gadai piutang atas nama, yang digadaikan adalah atas nama, yaitu perjanjian gadai antara kreditur (pemegang gadai) dan pemberi gadai, sehingga penyerahan piutang atas nama ini dilakukan dengan cessie. Namun untuk gadai tagihan-tagihan atas nama tidak diisyaratkan adanya cessie dan juga karenanya tidak diisyaratkan adanya akta-akta otentik atau dibawah tangan, melainkan setelah penyerahan atau pelimpahan itu, diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis disetujui dan diakui oleh debitur. Pemberitahuan dengan juru sita perlu diadakan apabila debitur tidak bersedia memberikan keterangan tertulis tentang persetujuan pemberian gadai itu. 2. Pasal 1155 dan 1156 KUHPer mengatur eksekusi objek jaminan gadai. Pasal 1155 KUHPer merupakan Parate Eksekusi yaitu hak untuk menjual barang gadai dengan kekuasaan sendiri apabila debitur wanprestasi atau Eksekusi Serta Merta (tidak didasarkan persetujuan debitur) Pasal tsb menunjukkan bahwa ketentuan pasal 1155 KUHPer merupakan ketentuan yang bersifat pelengkap/ mengatur (aanvullendrecht), karena para pihak bebas menetapkan lain. Sejak saat debitur atau pemberi gadai wanprestasi, maka lahirlah hak tersebut. Hak ini juga diberikan oleh undang-undang, tidak perlu diperjanjikan. Wanprestasi/ cedera janji;
Cara penjualannya adalah;
Pasal 1156 KUHPer merupakan Rieel Eksekusi yaitu hak untuk menjual barang gadai melalui perantaraan hakim. Memberikan hak kepada penerima gadai mengajukan tuntutan ke pengadilan agar hakim atau pengadilan menjatuhkan putusan penjualan barang gadai menurut cara yang ditentukan hakim atau pengadilan. Cara penjualannya adalah private selling;
3. Larangan diadakannya Fidusia ulang ditegaskan dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yaitu bahwa Pemberi Fidusia dilarang melakukan Fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia oleh Pemberi Fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga adalah oleh karena hak milik atau benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia. Jika dikaitkan dengan pasal 28, maka apa yang ditegaskan dalam pasal 17 berikut penjelasannya menimbulkan suatu tanda tanya sebab pasal 28 tsb menyatakan: “Apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada kantor pendaftaran fidusia” Sehubungan dengan itu bukankah benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah lebih dahulu didaftar berdasarkan ketentuan pasal 17 tidak dapat didaftarkan kembali. Sedangkan hak mendahulu bagi kreditur preferen baru timbul jika ada lebih dari satu kreditur pemegang fidusia yang memperoleh bagiannya dari hasil penjualan benda yang dijadikan jaminan dalam hal terjadi eksekusi. Padahal waktu terjadi eksekusi berdasarkan pasal 17 tidak mungkin ada kreditur pemegang fidusia yang kedua karena pasti tidak diizinkan atau ditolak oleh Kantor Pendaftaran Fidusia. 4. Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. Namun hal itu tidak berlaku jika telah terjadi cidera janji/ wanprestasi oleh debitur dan/ atau pemberi fidusia pihak ketiga (ayat 2). Benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib digantikan oleh pemberi fidusia dengan objek yang setara (ayat 3). Sedangkan dalam hal pemberi fidusia cedera janji, maka hasil pengalihan dan/ atau tagihan yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 demi hukum menjadi objek jaminan fidusia pengganti dari objek jaminan fidusia yang dialihkan (ayat 4). Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa ketentuan pasal 21 menegaskan kembali bahwa pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia, namun untuk menjaga kepentingan penerima fidusia maka benda yang dialihkan tsb wajib diganti dengan objek yang setara. Yang dimaksud dengan mengalihkan antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya. Yang dimaksud dengan setara tidak hanya nilainya tapi juga jenisnya. Pembeli benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang merupakan benda persediaan, menurut pasal 22 UUF bebas dari runtutan meskipun pembeli tsb mengetahui tentang adanya jaminan fidusia itu dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan benda tsb sesuai dengan harga pasar. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 21, menurut pasal 23 ayat 1 apabila penerima fidusia setuju bahwa pemberi fidusia dapat menggunakan atau menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tsb tidak berarti bahwa penerima fidusia melepaskan jaminan fidusia. Namun berdasarkan pasal 23 ayat 2 ada larangan bagi pemberi fidusia untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda persediaan kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia.
0 Comments
Prinsip dasar yang terkandung dalam pasal 1131 KUHPer yaitu:
1. Utang selalu dapat ditagihPada dasarnya sudah terjadi kesepakatan antara kreditur dan debitur (pasal 1320 KUHPer mengenai syarat sah perjanjian) yang ditekankan oleh pasal 1338 KUHPer bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Penagihan bisa dilakukan dengan: a. kontraktual; durasi waktu dan term nya sudah ditentukan b. unkontraktual; tidak ditentukan jangka waktu utang sehingga cara penagihannya memberikan peringatan untuk pembayaran dengan jangka waktu yang patut (tepat dan pantas) pada umumnya 14 hari. 2. Utang tidak pernah dapat hapusKecuali telah melaksanakan hal-hal yang terkandung dalam pasal 1381 mengenai hapusnya perikatan yang didalamnya juga mengatur tentang hapusnya utang oleh karena adanya;
Dalam hal utang perorangan, bahkan setelah debitur meninggal dunia pun utang tersebut harus ditanggung oleh ahli warisnya (pasal 1100 KUHPer). Sedangkan dalam hal utang badan hukum, perlu melihat bahwa atas kesalahan siapa yang mengakibatkan perusahaan tersebut merugi/ atas tindakan lalai. Namun secara hukum pada dasarnya direksi memiliki financiary duty, pasal 97 ayat 3 dan 4 UUPT (UU No. 40 Tahun 2007) menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya baik secara individu maupun tanggung renteng kecuali dapat membuktikan hal-hal di ayat 5 pasal yang sama. 3. Kebendaan apapun menjadi jaminan utang Prinsip Paritas Creditorium, yakni:
Pasal 1132 KUHPerdata mengatur bahwa pada dasarnya pembagian kekayaan debitur harus dilakukan secara pari passu pro rata parte, kecuali ada hak yang didahulukan. Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte adalah bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka kecuali ada hak untuk didahulukan. Prinsip tersebut dapat digunakan antara kreditur konkuren oleh karena kreditur memiliki tingkatan yang sama maka pendapatan penjualan tersebut dapat dibagikan secara proporsional diantara mereka sesuai dengan besar kecilnya piutang masing-masing (Pasal 1131 KUHPer jo. 1132 KUHPer). Sementara kreditur preferen adalah kreditur yang karena undang-undang diberi tingkatan yang lebih tinggi daripada kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutang yang diatur dalam pasal 1139 KUHPer dan pasal 1149 KUHPer. Prinsip pari passu pro rata parte tidak dapat digunakan antara sesama kreditur preferen yang telah diatur tingkatannya. Pasal 1134 KUHPer menyebutkan bahwa Gadai dan Hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap hak istimewa/ prIviledge (sekarang termasuk hak tanggungan dan fidusia). Jadi, hak yang didahulukan yang berasal dari perjanjian kedudukannya lebih unggul daripada yang diberikan oleh undang-undang. Namun prinsip tersebut bisa digunakan antara sesama kreditur preferen yang sama tingkatannya, yakni berlaku antara mereka ketentuan kreditur konkuren (pasal 1136 KUHPer). Pasal 1834 KUHPer mengatur bahwa penanggung yang mempergunakan hak istimewa nya agar kekayaan debitur terlebih dahulu disita dan dijual untuk pelunasan utang nya diwajibkan menunjukkan benda-benda debitur yang akan disita dan dijual, kecuali benda-benda yang; 1. sedang sengketa di pengadilanbenda yang sedang sengketa di pengadilan belum memiliki status hukum yang jelas/ belum mendapat keputusan tetap dari pengadilan sehingga tidak bisa dijual/ tidak likuid untuk dijaminkan 2. sudah dibebankan hak jaminan kebendaanjaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat di peralihkan. Jaminan kebendaan tersebut dibagi menjadi 2 yaitu Benda Bergerak, lembaga jaminannya adalah: Gadai, Fidusia dan Benda Tidak Bergerak lembaga jaminannya: hipotik dan hak tanggungan jadi apabila suatu benda tersebut sudah dijadikan suatu jaminan terhadap suatu perikatan maka tidak lagi bisa dijaminkan untuk perikatan lainnya/ benda tsb telah dimiliki oleh kreditur lain yang didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditur lainnya. 3. diluar penguasaan debiturJaminan adalah suatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Apabila benda yang dijaminkan itu diluar penguasaan debitur atau secara fisik tidak dipegang oleh debitur (misalnya sudah digadaikan) maka tidak ada kepastian yang jelas akan pelunasan utang kepada kreditur 4. benda berada di luar negeriTerkait dengan daya eksekusi nya (asas territorial) oleh karena benda tersebut berada di luar negeri maka hukumnya menjadi tidak berlaku diluar wilayah Indonesia/ tunduk pada hukum setempat. Penanggungan yang terdiri dari beberapa orang bertindak sebagai penanggung, masing-masing terikat untuk seluruh utang yang ditanggung. Namun penanggung dapat melepaskan dirinya dari penanggungan yang bersifat renteng tersebut apabila;Penanggung dalam keadaan tidak mampu (pasal 1837 dan 1838 KUHPer) walaupun sudah ada pemecahan utangnya atau penanggung dinyatakan pailit atau digugat di depan pengadilan Penanggung juga memiliki hak untuk diberhentikan dari penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan kesalahan kreditur (pasal 1848 KUHPer) Subrogasi dalam penanggungan terjadi apabila si penanggung yang telah membayar, menggantikan demi hukum segala hak si berpiutang terhadap di berutang (pasal 1840 KUHPer). Subrogasi juga diterangkan dalam pasal 1400 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang kedapa seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu, baik dengan persetujuan (pasal 1401 KUHPer) maupun demi undang – undang (pasal 1402 KUHPer). Akibat hukum yang timbul terkait dengan utang piutang, tanggung jawab debitur, kreditur dan penanggung. Akibat hukumnya adalah bahwa perjanjian utang piutang tsb masih berjalan namun penanggung yang telah membayar tersebut (posisinya sekarang berganti menjadi kreditur) dapat menuntutnya kembali dari si berutang baik mengenai uang pokoknya maupun bunga serta biaya-biaya (pasal 1839 KUHPer). Dalam pasal 1841 KUHPer menjelaskan bahwa debitur lebih dari 1 orang dan penanggung hanya 1 orang, penanggung diberikan opsi untuk menentukan cara pembayaran baik dengan menuntut masing-masing debitur maupun memilih sala satu yang dianggap mampu bayar. Para debitur ini bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap utangnya ke penanggung. Dalam pasal 1842 KUHPer menjelaskan bahwa penanggung berhak untuk meminta pengembalian pembayaran kepada kreditur yang mempunyai itikad baik dalam hal;
Penanggung juga dapat menuntut si berutang untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya (pasal 1843 KUHPer) Pasal 1844 KUHPer
|
AuthorA struggling working mom and student ^^ Categories
All
|