Abstract
Traditionally, the definition of capital market has referred to the market for trading long-term debt instruments. More recently, it is used in a more general context to refer to the market for stocks, bonds, derivatives and other investments. Capital markets play an important role in helping job creation, innovation and financial security. It is basically the backbone for any country’s economy. The purpose of capital markets is to match the demand with the supply of funds. There are many kinds of financial markets addressing many kinds of needs. This paper will focus on the instruments of capital market in Indonesia as well as rising the latest innovative program from Bursa Efek Indonesia (BEI) collaborate with Otoritas Jasa Keuangan (OJK), which campaign has been inaugurated by Indonesian Vice President; Jusuf Kalla on Nov 12, 2015 in Jakarta which hopefully give a positive result to enhance knowledge and to increase public awareness on the importance of capital market. Keywords: capital market, investments, stocks, bonds, derivatives Pendahuluan Pasar Modal Secara Umum Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli instrumen keuangan jangka panjang dan kegiatan terkait lainnya. Bagi para praktisi di lapangan, mungkin Pasar Modal akan diartikan secara ringkas sebagai tempat perdagangan efek yang telah dilakukan secara terorganisir. Suatu sistem yang tersusun rapi dalam mempertemukan penjual dan pembeli efek, melalui perantara atau pemodal langsung. Mekanisme yang sesuai hukum permintaan dan penawaran dalam sebuah Bursa Efek atau Pasar Modal. Dilihat dari nilai kapitalisasi pasar (market capitalization) yaitu jumlah agregat nilai kapitalisasi pasar dari seluruh emiten yang tercatat di bursa efek, negara Amerika Serikat merupakan negara yang memliki bursa efek terbesar di dunia yang dikenal dengan New York Stock Exchanges (NYSE). Sistem perdagangan efek dilakukan dengan sistem lelang (auction market), dimana harga terbentuk langsung dari investor yang ditawarkan melalui anggota bursa. Harga terbaik adalah tawaran harga jual terendah dan tawaran harga beli tertinggi. Di Amerika Serikat juga terdapat pasar berjangka yang memperdagangkan produk baik yang ada di pasar uang, pasar modal maupun pasar komoditas dengan syarat penyerahan barang dan penyelesaian pembayaran dilakukan di masa datang. Produk yang berasal dari pasar uang yang dapat diperdagangkan di pasar berjangka mencakup berbagai valas dan berbagai tingkat bunga, produk pasar modal yang dapat diperdagangkan di pasar berjangka adalah opsi saham, opsi obligasi, dan indeks harga saham, dan produk pasar komoditi mencakup kacang, kedelai, gula, minyak goreng, dan emas.[6] Selain itu, bursa efek di Amerika Serikat juga memperdagangkan Efek Beragun Aset. Instrumen ini pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat dalam dunia pasar modal. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. Pasar Modal bisa diklasifikasikan menjadi Pasar Perdana (primary market), Pasar Sekunder (secondary market), Pasar Ketiga (third market) dan Pasar Kempat (fourth market)[7], dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pasar Modal di Indonesia Pasar Modal di Indonesia telah diatur secara khusus oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia (RI) dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 mengenai Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM). Segala sesuatu yang berkaitan dengan Pasar Modal Indonesia harus merujuk kepada UUPM tersebut. Dengan mengacu pada UUPM maka Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek (Pasal 1 angka 13). Pihak yang menyelenggarakan Pasar Modal Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan LK (sekarang menjadi Otoritas Jasa Keuangan) . Pasar Modal juga sering diasosiasikan dengan Bursa Efek. Dengan mengacu pada UUPM maka Bursa Efek adalah pihak yang yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek diantara mereka (Pasal 1 ayat 4). Berkaitan dengan Bursa Efek, yang dimaksud dengan Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif atas Efek (Pasal 1 ayat 5). Terkait dengan hal ini, guna meningkatkan literasi sekaligus jumlah investor di pasar modal, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menggelar kampanye masif 'Yuk Nabung Saham'. Program ini sendiri dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada 12 November 2015. Pada pembukaan tersebut Direktur Pengembangan BEI, Nicky Hogan menyatakan bahwa ini merupakan kampanye guna menarik minta masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal, baik lewat saham maupun reksa dana. Konsep menabung dalam program ini mengacu pada paradigma masyarakat Indonesia yang masih berpegang pada budaya menabung (saving society). Kampanye yang dibuat dengan bahasa sederhana dan menarik, namun menimbulkan keingintahuan masyarakat diharapkan dapat menarik minat masyarakat untuk mulai berinvestasi, dari budaya menabung menjadi berinvestasi.[8] Pasalnya, saat ini hanya sekitar 4 persen dari total penduduk Indonesia yang berinvestasi saham atau jauh lebih kecil dari pemilik tabungan yang mencapai 60 persen. Direktur Utama BEI, Tito Sulistio menyatakan bahwa menabung dalam bentuk saham memberikan imbal hasil (return) yang lebih besar dibandingkan deposito berjangka (time deposit). Sepuluh tahun terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan itu return-nya sekitar 24 %, sedangkan time deposit hanya 7,2 %. Menabung atau menyimpan saham, dalam jangka panjang terbukti lebih menguntungkan.[9] Instrumen Efek Pasar Modal di Indonesia Secara umum instrumen di pasar modal dapat dibedakan atas beberapa kategori yakni Instrumen Penyertaan (Saham), Instrumen Utang (Obligasi), Instrumen Derivatif, Instrumen Efek Lainnya dan tambahan mengenai Instrumen Pasar Modal Syariah. Instrumen Penyertaan (Saham) Instrumen pasar keuangan yang paling popular di pasar modal adalah saham (stock).[10] Penerbitan saham merupakan salah satu pilihan bagi perusahaan yang membutuhkan pendanaan. Namun di sisi lain saham dijadikan instrumen investasi yang banyak dipilih perusahaan investor karena saham dinilai mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham termasuk dalam efek yang bersifat ekuisitas yaitu efek yang menggambarkan bagian penyertaan dari seorang investor dalam suatu harta bersama, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum[11]. Saham bisa dianggap sebagai efek yang paling populer di masyarakat. Dilihat dari segi manfaat saham, umumnya dibagi menjadi saham biasa dan saham preferen, berikut penjelasannya[12]:
Selain saham diatas, kita mengenal ada yang disebut saham dalam bagian treasury (treasury stock). Saham ini timbul akibat tindakan perusahaan melakukan buy back (pembelian kembali) saham yang ada di pasar dengan tujuan antara lain menghindari akuisisi/pengambilalihan yang tidak bersahabat dari pihak lain atau untuk menstabilkan harga saham sehingga tidak jatuh terlalu rendah. Saham yang berada di treasury stocks ini tidak berhak atas deviden dan tidak memiliki hak suara dalam RUPS.[14] Jenis saham dilihat dari cara peralihannya terdiri atas[15]:
Instrumen Utang (Obligasi) Secara umum terdapat beberapa pengertian mengenai obligasi. Obligasi berasal dari bahasa latin obligare yang berarti ikatan kewajiban.[16] Ada yang menyebutkan bahwa obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.[17] Selain itu bila kita melihat pada Undang – Undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal tidak terdapat tentang definisi dari obligasi. Definisi tentang obligasi itu sendiri terdapat dalam Keputusan Menteri Keungan Nomor 1548 (yang merupakan gabungan dari Keputusan Menteri Keungan Republik Indonesia Nomor 154/KMK.013/1990 dan diubah dalam Keputusan Menteri Keungan Republik Indonesia Nomor 1199/KMK.010/1991) pasal 1 butir 34 yaitu; “Obligasi adalah bukti hutang emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok pinjamannya dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang – kurangnya 3 tahun sejak tanggal emisi.” Obligasi sendiri dapat dibedakan dalam beberapa jenis. Hal ini disebabkan bagaimana kita memandangnya. Berdasarkan cara pengalihan, obligasi dibagi menjadi obligasi atas unjuk (bearer bond) dan obligasi atas nama (registered bond). Jenis obligasi berdasarkan jaminan: 1. Obligasi dengan jaminan (Secured Bonds): obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini, termasuk didalamnya adalah:
Jenis obligasi berdasarkan nilai pelunasan terutama dikaitkan dengan merosotnya nilai uang. Disini nilai pelunasan obligasi dikaitkan dengan indeks harga tertentu, seperti klausula emas, klausula perak, valuta asing, indeks harga konsumen. Jenis obligasi berdasarkan konvertibilitas (convertible bonds) obligasi ini memberikan hak bagi pemegangnya untuk menukarkan obligasi yang dimilikinya dengan saham (common stock) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan syarat pinjaman. Jenis obligasi berdasarkan penerbit;
Obligasi berdasarkan waktu jatuh tempo dapat dikelompokan ke dalam 3 golongan, yaitu:
Teori penentuan harga obligasi berhubungan dengan bagaimana harga obligasi bereaksi atas perubahan yield to maturity obligasi. Obligasi bisa dikarakterisasi oleh janji membayar kepada investor dalam dua arus kas, yakni meliputi jumlah pembayaran tertentu uang secara periodik (biasanya tiap 6 bulan) yang disebut pembayaran kupon dan arus kas meliputi pembayaran angsuran (lump sum) pada tanggal yang telah disepakati yang disebut pembayaran nilai pokok obligasi.[20] Instrumen Efek Derivatif 1. Right, adalah penerbitan surat hak kepada pemegang saham lama perusahaan publik untuk membeli saham baru yang hendak diterbitkan[21]. Dengan right, maka pemegang saham lama memiliki hak istimewa untuk membeli saham baru perusahaan secara proporsional pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya untuk wangku jangka pendek, dengan menukarkan right yang dimilikinya. Hal ini memberikan keuntungan kepada pemegang saham untuk membeli harga saham baru dengan harga yang lebih murah. Right dapat diperdagangkan di bursa pada periode tertentu, sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 1 angka 4 UUPM. Right diterbitkan oleh perusahaan dengan tujuan untuk tidak mengubah proporsi kepemilikan pemegang saham dan mengurangi biaya emisi akibat penerbitan saham baru. Namun demikian, karena dapat diperdagangkan di bursa, right juga memilik risiko pemegang saham mengalami kerugian (capital loss) ketika harga jual dari right lebih rendah dari harga belinya. Selain itu dapat menyebabkan saham dari emiten yang bersangkutan terdilusi. Dilusi adalah pengurangan hasil/hak sekuritas karena jumlah yang dikeluarkan melebihi semestinya, atau karena adanya pembelian hak opsi untuk memperoleh sekuritas tersebut. 2. Option, merupakan hak untuk menjual atau membeli suatu efek yang diperdagangkan di bursa. Menurut penjelasan Pasal 1 angka 5 UUPM, Option adalah hak yang dimiliki oleh pihak untuk membeli atau menjual kepada pihak lain sejumlah efek pada harga dan dalam waktu tertentu. Hak option dapat diperdagangkan selama jangka waktu tertentu.. Apabila hak option tidak dipergunakan setelah habis jangka waktunya maka hak tersebut tidak bernilai lagi. Option pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Instrumen Efek Lainnya Indonesian Depository Receipt (IDR) Indonesian Depository Receipt disebut juga Sertipikat Penitipan Efek Indonesia (SPEI). Depository Receipt diperdagangkan di bursa efek layaknya suatu saham. Investor yang membeli Depository Receipt tersebut akan mendapatkan manfaat layaknya seorang pemegang saham dari perusahaan asing yang sahamnya dijadikan dasar penerbitan Depository Receipt. Depository Receipt juga mempunyai klasifikasi-klasifikasi, antara lain dari segi convertible atau tidaknya suatu Depository Receipt dapat pula dibagi dalam beberapa jenis sebagai berikut:
Sejak tahun 1997 Bapepam telah memperkenalkan SPEI sebagai instrumen baru di Pasar Modal. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi dan memberikan fasilitas bagi pihak asing yang ingin melakukan penawaran umum di pasar modal Indonesia. Selain itu instrumen ini juga diharapkan memberikan alternatif investasi bagi investor asing dan domestik di Indonesia dimana pemberian perlindungan dan kepastian hukum bagi pemodal telah tersedia dalam peraturan yang telah dikeluarkan. Efek Beragun Aset Efek Beragun Aset (EBA) adalah efek yang disekuritisasi dimana aset tersebut dinilai dengan efek yang kemudian diperjualbelikan di pasar modal. Sekuritisasi aset merupakan suatu proses dimana suatu piutang atau tagihan ditransformasikan ke dalam efek yang dijaminkan dengan aset tesebut. Kumpulan piutang atau tagihan tersebut diubah sehingga menjadi alat investasi yang diperdagangkan di pasar modal.[24] Efek Beragun Aset adalah salah satu bentuk sekuritasisi aset yang saat ini berkembang dengan pesat yang merupakan transformasi aset berupa piutang-piutang yang belum jatuh tempo yang biasanya tidak dapat diperdagangkan menjadi surat berharga yang dapat diperdagangkan. Dasar hukum EBA adalah Peraturan Bapepam Nomor IX.K.1. Peraturan tersebut menyebutkan: “Efek Beragun Aset (EBA) adalah efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang timbul di kemudian hari (future receivables), pemberian kredit termasuk kredit kepemilikan rumah atau apartemen, efek bersifat utang yang dijamin pemerintah, Sarana Peningkatan Kredit (credit enhancement/Arus Kas (cash flow), serta aset keuangan yang setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut.” Dengan efek ini perusahaan yang tengah membutuhkan dana besar secara mendesak dan tidak ingin terkena kewajiban pembayaran bunga kredit, dapat mengeluarkan efek yang nilainya dijaminkan dengan aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Aset tersebut harus telah mendapatkan penilaian dari penilai (appraisal). EBA terdiri dari dua macam, yaitu Efek Beragun Aset Arus Kas Tetap dan Efek beragun Arus Kas Tidak Tetap. Efek Beragun Aset Kas Tetap adalah Efek Beragun Aset yang member pemegangnya penghasilan tertentu seperti kepada pemegang efek bersifat utang. Sedangkan Efek Beragun Aset Arus Kas Tidak Tetap adalah Efek Beragun Aset yang menjanjikan pemegangnya suatu penghasilan tidak tertentu seperti kepada pemegang efek bersifat ekuitas. Dalam rangka mengembangkan usaha dan memenangkan persaingan, dunia usaha membutuhkan dana likuid/lancer yang besar yang dapat dipreoleh melalui berbagai sumber pendanaan. Pada prakteknya, seringkali suatu perusahaan dihadapkan pada kenyataan banyaknya piutang yang belum jatuh tempo disaat adanya kebutuhan mendesak akan uang kas. Dengan adanya sekuritisasi aset, khususnya EBA, maka persoalan ini dapat diselesaikan dengan jalan menjual piutang-piutang tadi melalui mekanisme transaksi EBA dan mendapatkan dana lancer yang dibutuhkannya. Transformasi aset ini tidak dapat dilakukan secara langsung dengan menjual piutang-piutang yang belum jatuh tempo tersebut kepada investor, melainkan melalui suatu bentuk hukum yang khusus dibuat untuk tujuan transaksi tersebut yang dikenal dengan istilah Special Purpose Vehicle (SPV). Prakteknya, transaksi EBA dilakukan oleh pihak yang membutuhkan pembiayaan, yang disebut sebagai Originator, dengan cara menjual piutang-piutangnya yang belum jatuh tempo kepada SPV. Selanjutnya SPV menerbitkan dan menjual efek kepada para investor. Jadi pengadaan dan penyelenggaraan EBA adalah untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang memerlukan suatu jenis pembiayaan untuk memperoleh dana yang lancar/kas. Transkasi EBA berawal dengan dialihkannya sekumpulan aset milik suatu badan usaha yang membutuhkan dana likuid kepada Special Purpose Vehicle (SPV). Selanjutnya oleh SPV aset-aset ini dijadikan dasar untuk menerbitkan instrumen sekuritasi yang kemudian dijaual kepda Investor. Dalam hubungannya dengan investor, SPV akan mendapatkan dana dari hasil penjualan Efek Beragun Aset, sedangkan dalam hubungannya dengan originator SPV akan mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli piutang milik Originator. Untuk menjamin pembayaran kembali efek tersebut maka dapat dilibatkan suatu Financial Guarantor yang mendapat fee dari SPV. Financial Guarantor ini berfungsi sebagai penjamin bagi investor dalam hal pembayar kembali pokok dan bunga dari efek yang dibelinya jika suda jatuh tempo dan tidak mendapat pembayaran dari SPV. Indeks Saham Kontrak Berjangka atas Indeks Efek (Index Futures) adalah kontrak atau perjanjian antara dua pihak yang mengharuskan mereka untuk menjual atau membeli produk yang menjadi variabel pokok di masa yang akan datang dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Bapepam melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-07/PM/2003 tentang Penetapan Kontrak Berjangka Atas Indeks Efek menetapkan bahwa indeks efek termasuk indeks efek luar negeri merupakan efek. Hal ini ditegaskan pula oleh Penetapan Kementrian Kehakiman dan HAM Nomor M.UM.01.06-/4 yang menyatakan bahwa saham berada di yurisdiksi pasar modal. Setiap pihak sebelum membuka kontrak harus menyetorkan margin awal, dan karena kontrak tersebut memiliki waktu yang terbatas, maka pada saat jatuh tempo posisi kontrak harus ditutup pada berapapun harga yang terjadi bursa. Margin itu sendiri harus berada pada suatu level harga tertentu dan jika margin tersebut turun di bawah level tersebut, yang biasanya diakibatkan kerugian yang sangat besar, lembaga kliring akan meminta investor untuk menambah dananya kembali.Bagaimanapun, harus diperhatikan bahwa seluruh transaksi pada kontrak berjangka dilakukan di Bursa Efek. Tujuan utama dari lahirnya stock index future adalah melayani investor yang tidak mampu membeli saham secara beragam atau yang sering disebut portofolio. Padahal, portofolio inilah yang bias menurunkan resiko yang dihadapi investor seraya mendapatkan keuntungan. Indeks sendiri merupakan gabungan fluktuasi harga dari banyak saham. Dengan demikian, investor yang hanya membeli indeks saja berarti sama halnya dengan membeli banyak saham yang tergabung dalam indeks tersebut.[25] Tidak semua indeks harga saham bisa ditransaksikan. Sebagai syarat untuk bias ditransaksikan, indeks harga saham harus mampu merepresentasikan fluktuasi harga-harga saham secara keseluruhan dan secara nyata. Syarat lain yang diperlukan adalah besarnya flutuasi indeks yang cukup signifikan sehingga bias memungkinkan investor ntuk memetik keuntungan secara cukup besar dan cepat. Itulah sebabnya mengapa indeks harga saham yang ditransaksikan merupakan indeks yang sudah diakui validitasnya dalam merepresentasikan flutuasi harga-harga saham secara keseluruhan. Perdagangan indeks saham pada bursa efek di Indonesia mulai dilakukan sejak disetujuinya perdagangan Indeks LQ45 pada Bursa Efek Surabaya sebagaimana dimaksud dalam suarat Bapepam kepada Direksi BES Nomor S-2727/Berjangka Indeks. Pada tanggal 20 Februari 2003, Bapepam melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-07/PM/2003 tentang Penetapan Kontrak Berjangka Atas Indeks Efek juga menetapkan bahwa indeks efer termasuk indeks efek luar negeri merupakan salah satu bentuk dari efek. [26] Keputusan ini merupakan kewenangan Bapepam sebagaimana dimaksud dalam ketentuan UUPM Pasal 5 huruf p yang menentukan bahwa Bapepam memiliki kewenangan untuk menentukan efek lain selain efek sebagaimana dimaksud dalam ketentuan UUPM Pasal 1 angka 5. Peraturan inilah yang dijadikan landasan hukum bagi perdagangan indeks di Bursa Efek sehingga dapat dijadikan alternatif investasi bagi investor. Instrumen Pasar Modal Syariah Selain instrumen efek yang telah dijelaskan sebelumnya, di Indonesia juga berkembang instrumen efek yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan UUPM, kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilakukan sesuai prinsip syariah atau tidak sesuai prinsip syariah (konvensional), karena UUPM tidak membedakan. Perkembangan instrumen syariah di pasar modal sudah terjadi sejak tahun 1977 diawali dengan lahirnya reksadana syariah yang diprakarsai dana reksa. Selanjutnya PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Dana Reksa Investment Management (DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) yang mencakup 30 jenis saham dari emiten-emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah[27]. Prinsip pasar modal syariah berbeda dengan pasar modal konvensional, instrumen efek syariah di pasar modal syariah yang sudah diperkenalkan kepada masyarakat yaitu Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) dan surat berharga lain yang sesuai prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, berikut penjelasannya: 1. Saham Syariah, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, saham merupakan tanda penyertaan modal seseorang atau badan usaha dalam suatu perusahaan yang melakukan penawaran umum (go public) sehingga pihak yang menyertakan modal memiliki klaim atas pendapatan perusahaan dan aset perusahaan, serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saham syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa (preferred stock). Saham istimewa tidak diperbolehkan secara syariah karena dua alasan yang dapat diterima secara konsep syariah[28], yaitu:
- Investasi hanya dapat dilakukan pada efek-efek yang diterbitkan oleh emiten yang jenis usahanya sesuai dengan syariah Islam. - Hasil investasi yang diterima dalam harta bersama milik pemodal dalam reksa dana syariah dibagikan secara proposional kepada para pemodal, adalah:
3. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA), adalah efek yang diterbitkanoleh kontrak investasi kolektif EBA syariah yang porto-folionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip syariah. 4. Surat berharga lain yang sesuai prinsip syariah. Sukuk sebelum masuk ke Indonesia telah diperdagangkan di negara-negara Islam/Arab, seperti Bahrain, Qatar, Arab Saudi, Pakistan dan Malaysia. Sukuk yang diterbitkan pemerintah Indonesia atau Perusahaan Penerbit Surat Berharga atau lebih dikenal dengan istilah[31] dengan Surat Berharga Syariah Negara. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara, diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Berdasarkan Pasal 4 UU SBSN, SBSN diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pada prinsipnya, sukuk diterbitkan berdasar suatu transaksi atau akad syariah yang melandasinya, yang dapat berupa ijarah (sewa), mudharabah (bagi-hasil/kerjasama antara dua pihak atau lebih sebagai pihak penyedia modal dan pihak lainnya sebagai penyedia tenaga keahlian), musyarakah (kerjasama antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang mapun dalam bentuk lainnya), istishna’ (jual beli) atau akad lainnya.[32] Simpulan Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan untuk memperjual-belikakan instrumen jangka panjang. Di Indonesia tempat untuk memperjual-belikan instrumen keuangan tersebut dikenal dengan Bursa Efek Indonesia (BEI). Instrumen yang diperjual-belikan meliputi saham, obligasi, instrumen efek derivatif yang terdiri dari right, opton, dan waran, dan instrumen lainnya yang terdiri dari Indonesian Depository Receipt (IDR), Efek Beragun Aset (EBA) dan Indeks Saham. Selain instrumen-instrumen tersebut, di Indonesia berkembang instrumen efek yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa yang membolehkan pemerintah Indonesia maupun perusahaan penerbit untuk menerbitkan instrumen syariah tersebut. Baik instrumen efek pasar modal konvensional maupun instrumen pasar modal syariah tentunya memiliki segi kelemahan dan keuntungan, namun hal tersebut tergantung pada kebutuhan investor yang melilih instrumen pasar modal mana yang tepat untuk mendanai kegiatan usahanya. Daftar Pustaka Azis, Musdalifah, dkk. 2015. Manajemen Investasi, Fundamental, Teknikal, Perilaku Investor dan Return Saham, Yogyakarta: Deepublish. Badan Pengawas Pasar Modal bekerja sama dengan Japan International Coorporation Agency. 2003. Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia. Huda, Nurul & Mustafa Edwin Nasution. 2008. Investasi pada Pasar Modal Syariah, Edisi Revisi. Jakarta: Kencana. Nasarudin, M. Irsan, dkk. 2010. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana Tambunan, Andi Porman. 2008. Menilai Harga Wajar Saham, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Samsul, Mohamad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga. Sutedi, Adrian. 2007. Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk. Jakarta: Sinar Grafika. Widjaja. Gunawan. 2005. SHB: Efek Sebagai Benda. Jakarta: PT Raja Grafindo. William F. Sharpe, Gordon J. Alexander, Jeffery V. Bailey, 1999. Investasi, Jilid 2, Jakarta: Prenhallindo Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 32/DSN-MUI/X/2002 tentang Obligasi Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syari’ah Ijarah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Konversi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 17 Nomor 1 Januari-Juni 2014 tentang Investasi di Pasar Modal Syariah dalam Kajian Islam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 46 Nomor 1, Januari-Juni 2012 tentang Obligasi dan Sukuk dalam Perspektif Keuangan Islam (Suatu Kajian Perbandingan) http://finance.detik.com/read/2015/11/13/091431/3069904/479/yuk-menabung-saham, diunduh 25 Februari 2016 http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151104200414-78-89525/bei-ajak-nasabah-bank-alihkan-simpanan-ke-pasar-saham/ diunduh 25 Februari 2016 http://www.idx.co.id/Home/Information/ForInvestor/Bond/tabid/169/language/id-ID/Default.aspx diunduh 25 Februari 2016 https://massofa.wordpress.com/2010/11/05/pasar-modal-di-berbagai-negara-negara/, diakses pada 28 Februari 2016, Pukul 15.00 [1] NPM : 1506697832, email: [email protected], Asal Universitas: Universitas Sebelas Maret. [2] NPM : 1506697845, email: [email protected], Asal Universitas: Universitas Indonesia. [3] NPM : 1506697851, email: [email protected], Asal Universitas: Universitas Kristen Indonesia. [4] NPM : 1506697864, email: [email protected], Asal Universitas: Universitas Parahyangan, Bandung. [5] NPM : 1506697870, email: [email protected], Asal Universitas: Universitas Padjajaran. [6] https://massofa.wordpress.com/2010/11/05/pasar-modal-di-berbagai-negara-negara/, diakses pada 28 Februari 2016, Pukul 15.00 [7] Dr. Mohamad Samsul, M.Si., Ak. (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga), Pasar Modal Dan Manajemen Portofolio, Penerbit Erlangga, 2006, hlm. 46 [8] http://finance.detik.com/read/2015/11/13/091431/3069904/479/yuk-menabung-saham diunduh 25 Februari 2016 [9] http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151104200414-78-89525/bei-ajak-nasabah-bank-alihkan-simpanan-ke-pasar-saham/ diunduh 25 Februari 2016 [10] Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 17, Nomor 1 Januari-Juni 2014 “Investasi di Pasar Modal Syariah dalam Kajian Islam”, hlm 2 [11]Gunawan Widjaja, SHB: Efek Sebagai Benda, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 49 [12] M. Irsan Nasarudin-Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nevi-Adiwarman, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010, hlm 190-193 [13]Andi Porman Tambunan, Menilai Harga Wajar Saham, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008, hlm. 21-34 [14]Ibid, hlm. 39-40 [15]M. Irsan Nasarudin-Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nevi-Adiwarman, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010, hlm 189-190 [16] Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 46 Nomor 1 Januari-Juni 2012 tentang Obligasi dan Sukuk dalam Perspektif Keuangan Islam (Suatu Kajian Perbandingan) hlm 273 [17] http://www.idx.co.id/Home/Information/ForInvestor/Bond/tabid/169/language/id-ID/Default.aspx diunduh 25 Februari 2016 [18] Dr. Musdalifah Azis, S.E., M.Si., Prof. Dr. Sri Mintarti, M.Si., Maryam Nadir, S.E., M.Si., Manajemen Investasi, Fundamental, Teknikal, Perilaku Investor dan Return Saham, Yogyakarta: Deepublish, 2015. [19] The Acturial Foundation, “Investing in Bonds”, http://assets.aarp.org/www.aarp.org_/articles/money/financial_planning/bonds.pdf, diakses pada tanggal 28 Februari 2016. [20] William F. Sharpe, Gordon J. Alexander, Jeffery V. Bailey, Investasi, Jilid 2, Jakarta: Prenhallindo, 1999, hlm. 4 [21] M. Irsan Nasarudin-Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nevi-Adiwarman, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007, hlm 203 [22] Badan Pengawas Pasar Modal bekerja sama dengan Japan International Coorporation Agency, Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia, 2003 [23] M. Irsan Nasarudin dan Indra Suryao, op.cit., hal. 194 [24] Ibid, hal. 196 [25] Ibid, hal. 212 [26] M. Irsan dan Indra Surya, op.cit., hal. 202 [27] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana, 2008, Ed. Revisi. Cet.2., hlm. 55 [28]Ibid., hlm. 67 [29] Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 32/DSN-MUI/X/2002 tentang Obligasi Syari’ah [30]Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, op.cit., hlm. 90-91 [31] Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 97 [32] Ibid, hlm. 153
0 Comments
Your comment will be posted after it is approved.
Leave a Reply. |
AuthorA struggling working mom and student ^^ Categories
All
|